Allah Ta’ala berfirman:
…يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ
وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ..
“…Niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…” (QS. Al-Mujadilah [58]: 11)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا
يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan
seluruh kebaikan, maka Allah akan memahamkan dia tentang agama.” (HR. Bukhari no. 71 dan Muslim
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَلَكَ
طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى
الْجَنَّةِ
“Barang
siapa menelusuri jalan untuk mencari ilmu padanya, Allah akan memudahkan
baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim).
Ilmu warisan para nabi dan rasul
اَلْعُلَمَاءُ وَرَثَةُ
الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْنَارًا وَلَا
دِرْهَامًا، وَلَكِنْ وَرَّثُوْا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ
وَافِرٍ
“Para
ulama adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar
ataupun dirham, tetapi mewariskan ilmu. Maka dari itu, barang siapa
mengambilnya, ia telah mengambil bagian yang cukup.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ
انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ
يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika
seorang manusia meninggal, terputuslah amalnya, kecuali dari tiga hal: sedekah
jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang berdoa untuknya” (HR. Muslim).
Tauhid secara bahasa artinya menjadikan sesuatu
satu saja. Secara istilah syar’i, makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai
satu-satunya sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya (Syarh Tsalatsatil Ushul libni AL ‘Utsaimin, 39).
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا
لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku” (QS. Adz Dzariyat: 56).
Allah Ta’ala berfirman:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ
فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan
dengan Rabbnya hendaklah dia beramal shalih dan tidak mempersekutukan sesuatu
apapun dengan-Nya dalam beribadah kepada-Nya” (QS. Al Kahfi: 110).
Allah Ta’ala juga berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ
وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa
syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi
siapa yang dikehendaki-Nya” (QS. An
Nisa’: 48).
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ
الدِّينَ
“tidaklah mereka diperintahkan kecuali untuk
beribadah keada Allah semata dan mengikhlaskan amalan hanya kepada-Nya” (QS. Al Bayyinah: 5).
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
من قال لا إله إلا الله صدقًا من قلبه دخل الجنة
“Barangsiapa yang mengatakan: tidak ada
sesembahan yang haq kecuali Allah. Tulus dari hatinya, ia masuk surga” (HR. Abu Ya’la dalam Musnad-nya, 6/10).
Namun bukan sekedar pengucapan
saja, melainkan juga disertai ilmu dan menjalankan konsekuensinya. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَن مات وهو يعلمُ أن لا إله إلا اللهُ دخل
الجنةَ
“Barangsiapa yang mati dalam keadaan mengilmui
bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah, ia masuk surga” (HR. Muslim no. 26).
Nabi berasal dari kata an naba’ (النبأ) yang artinya: kabar.
Secara istilah, Nabi artinya orang yang diberi wahyu oleh Allah.
Sedangkan Rasul berasal dari kata al irsal (الإرسال)
yang artinya pengutusan seseorang untuk suatu tujuan. Secara istilah, Rasul
adalah orang yang diutus oleh Allah dengan membawa risalah (pesan) tertentu,
dan diperintahkan untuk menyampaikannya kepada manusia dan manusia
diperintahkan untuk mengikuti dia.
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ
إِلاَّ نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan
Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan
kepadanya bahwa tidak ada Ilah (yang haq) melainkan Aku, maka sembahlah Aku
olehmu sekalian” (QS. Al-Anbiya: 25).
Allah Ta’ala juga
berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولاً
أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut’” (QS. An-Nahl: 36).
أن رجلا قال : يا رسول الله أنبي كان آدم ؟
قال : ( نعم مكلم ) قال : فكم كان بينه وبين نوح ؟ قال : ( عشرة قرون )
Bahwasanya
seorang lelaki bertanya (kepada Nabi shallallahu ‘laihi wasam), “Wahai
Rasulullah Apakah Adam Seorang Nabi? Beliau menjawab : “Ya dia mukallam (orang
diajak bicara langsung oeleh Allah) dia bertannya lagi: “kemudian berapa jarak
antara dia (Adam) dan Nuh? Beliau menjawab: “Sepuluh qurun (generasi).”
Takhrij:
HR. Ibnu Hibban
Dan di dalam shahih al-Bukhari dari Ibnu Abbas dia
berkata:
كان بين آدم و نوح :عشرة قرون كلهم على
الإسلام
Artinya:”jarak antara Adam dan Nuh sepuluh Qurun semuanya ada diatas
ajaran Islam.”
Allah Ta’ala berfirman,
هِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي
مَوْجٍ كَالْجِبَالِ وَنَادَى نُوحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَا بُنَيَّ
ارْكَبْ مَعَنَا وَلا تَكُنْ مَعَ الْكَافِرِينَ قَالَ سَآوِي إِلَى جَبَلٍ
يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ قَالَ لا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِلا
مَنْ رَحِمَ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ
“Dan bahtera itu berlayar
membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya sedang
anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal)
bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” Anaknya
menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari
air bah!” Nuh berkata: “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah
selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang”. Dan gelombang menjadi penghalang
antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan”
(Huud : 42-43).